Powered by Blogger.
RSS

Setulusnya Hati

Berkaca di depan sebuah cermin besar tanpa penyangga, tersingkaplah sudah semua wujud pemberian Sang Pencipta. Wujud yang tak berarti jika tak punya hati yang tulus. Kaca itu tak pernah bosan menerawang ketulusan hati sang pemilik hati, tak pernah bosan sedikit pun.

Hanya ilustrasi biasa, namun bisa kita ukur kebenarannya. Cermin tak akan pernah bosan, tak akan pernah bosan memberikan kejujuran dan kebenaran, tak akan pernah bosan mengatakan sebuah koreksi jika memang ada sebuah kesalahan, tak akan pernah bosan mengatakan yang sebenarnya.

Aku masih terpekur jauh berdiri di depan cermin yang masih setia setiap pagi dan sore hari menatapku dengan wajah yang persis sama dengan wajah ku ketika menatapnya. Kadang tersenyum ia balas dengan senyuman, kadang ada tetesan air mata, malah ia juga teteskan air mata sebagai bukti ia sangat simpati pada ku. Tapi tidak sebagai pengganti rasa bahagia ku, ia hanyalah wujud pencitraan dari diri-diri yang menatapnya, tak lebih dari itu.

Jam di sebelah cermin besar itu telah berdetak dengan stabil, tapi tak pernah cermin itu mengubah irama detakan jarum jam, hanya menatap dengan ekspresi yang ada di sekelilingnya. Lewat tengah malam sanga cermin menangis tersedu mengadu pada alam, tertunduk lesu dan menghiba. Di getarkannya seluruh alam dengan segenap cintanya. Lama-lama cermin itu kembali menegakkan kepalanya, mengahapus segala air mata cinta nya pada Sang Pencipta.

Cermin selamanya tak akan pernah berbohong, ia apa adanya menjunjung tinggi ketulusan dan kebenaran hati dengan segenap jiwa. Dan tampillah kita seperti cermin yang tak pernah berbohong dan menutupi keadaan karena raga dan jiwa kita milikNya. Segala mulut, mata, telinga akan jadi saksi dari setiap cerminan hati kita. Sedapatnya kita berikan cerminan terbaik untuk raga dan jiwa ini setulus cermin yang setiap malam selalu mengadu dan menghamba pada Pencipta.

Aku terpekur jauh kembali, menyaksikan sekujur tubuh dan cermin sedang bercakap-cakap dengan mesranya namun ntah apa yang diucapkan karena mereka saling membelakang karena sibuk membela diri. Kita bagaimanakah, masih adakah ketulusan hati di raga ini?
gambar:http://zaninsurgent.blogspot.com/2011/02/cermin.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: