Powered by Blogger.
RSS

me

" Menjadi karanglah meski tak mudah, sebab ia akan menahan sinar matahari yang garang.............ia akan kukuh halangi deru ombak yang kuat menerpa tanpa kenal lelah, melawan bayu yang keras menghembus dan menerpa yang dingin yang mencoba membekukan.............ia akan kokohkan diri agar tidak mudah hancur dan terbawa arus, ia akan tegak berdiri..........belajar untuk terus berjalan..nmenapaki arti hidup sesungguhnya..^_^..

Aku terlahir dalam sebuah keluarga yang sangat sederhana, memiliki dua orang saudara, satu kakak perempuan yang ku panggil "uni" dan satu adik laki-laki. Aku mempunyai orang tua yang sangat luar biasa, berkorban tenaga waktu, pikiran, tenaga demi suapan suapan yang akan masuk ke dalam perut anak-anaknya. Orang tua ku hanyalah sebagai pedagang kaki lima yang berjualan baju di pasar-pasar tradisional, sangat ku syukuri sehingga aku bisa belajar banyak kepada mereka, banyak hal, sampai-sampai aku tak kan pernah bisa menghitung satu per satu pelajaran berharga dari mereka untuk ku. Ku tau, berjualan ibaratnya seperti roda yang selalu berputar, kadang di atas kadang di bawah, aku di didik untuk sabar, tepatnya kami bertiga dididik menjadi anak yang sabar, tak pernah meminta yang lebih kehendak hati kami akan sesuatu, hanya bisa menunggu kalau orang tua mampu membelinya. Pagi-pagi mereka harus banting tulang menggelar baju-baju dengan harapan banyak yang laku, magrib baru usai. Dari cerita mereka, kami yang masih kecil-keci di bawa serta ke pasar, sehingga disana kami di dididik bagaimana kerasnya hidup. Tak banyak menuntut sekalipun dalam hati kami merasa sedih, jika orang lain sepulang sekolah, ditanya ada PR, dll, kami hanya belajar sendiri, bermain sendiri, maklum dengan kerja keras mereka, sehingga kami giat untuk belajar, sekalipun otak kami hanya pas-pas an. Kami belum punya TV berwarna, sehingga kalau ingin menonton, harus pergi ke rumah tetangga, itu pun kami juga di tuntut untuk selalu bisa meluangkan waktu untuk sholat di mesjid, sampai-sampai karena sayang aku pada adik laki-laki ku, kami yang besar tubuh yang sama ketika belum sekolah, ku gendong beliau, al hasil kami pun jatuh. Begitulah mereka mengajarkan kami untuk saling membantu, sekalipun, pertengkaran khas anak-anak acap kali tak pernah kami elakkan, sampai aku lah yang terdengar tangis karena memang adikku main kekuatan sedangkan aku apalah, sehingga hanya tangis yang ada sembari berkata-kata.

Indah masa kecil kami, mungkin tak seindah masa kecil yang lain, namun disana lah kami belajar, kami bisa juga total bermain, aku teringat, orang tua berjualan kain berdekatan dengan penjual sayur, sehingga kalau sudah sore sayur penjual itu tidak habis, langsung di buang saja, al hasil jadilah sayuran sebagai mainan kami. Aku juga masih ingat, ketika aku SD ada kegiatan khatam Iqra', harus membayar 25 ribu, sedangkan ku tahu uang 25 itu besar. Padahal aku ingin sekali ikut, secara aku sudah alqur'an ketika di TK. Disana juga ada perlombaan. Tapi apa daya, ku tahan keinginan ku, namun tak pernah ku keluhkan pada mereka, sehingga aku hanya bisa menonton. Sekalipun mungkin ku sampaikan kepada orang tua, keinginan ku itu, sangat bulat tekad ku kalau mereka akan berusaha mencarikannya, namun aku tetaplah seorang anak yang tak tega merepotkan mereka sekalipun itu adalah tugasnya, banyak sekali kenangan seperti itu, namun sekarang lah aku mengerti bahwa semua ada hikmahnya.

Perlahan kami bertiga tumbuh besar, belum banyak yang berobah dalam kehidupan ekonomi keluarga kami, hanya cukup untuk sehari-hari dan sekolah kami bertiga, sehingga haruslah menuntut kami untuk belajar menabung, aku masih ingat dulu aku SD menabung di Bank Nag*r*, dengan kumpulan lembaran 5 ribu selama seminggu, ku lebihkan dari uang saku ku, sampai aku harus bisa membagi jajan dll, sekarang baru terasa, ternyata mereka telah mendidik ku managemen keuangan, sekalipun sampai sekarang kami masih saja hidup sedehana, sambil berusaha bergiat berusaha, menabung untuk menjadi kaya harta dan jiwa, agar kami bisa konsentrasi beribadah. Karena bagi kami ibadah tetaplah nomor satu, jadi muslim yang taat pada Agama serta menjadi muslim yang Kaya, karena Rasulullah adalah saudagar yang kaya.

Masih sangat segar dalam ingatan ku, bagaimana kami juga ikut berjualan sendiri di pasar-pasar disela-sela kesibukan sekolah kami, har minggu kami hanya berbekalan payung, menggelar baju dan yang lainnya di tepi jalan raya, panas hujan telah kami tempuh, sampai kami juga ikut merasakan susahnya mencari uang hanya untuk makan, satu hal yang sering kami ingat bahwa kami sekecil ini telah dididik bekerja, tapi ini murni keinginan kami sendiri. Aku sampai-sampai menangis jika teringat susahnya kami dahulu, tapi kembali ceria jika waktu sholat telah tiba, karena walaupun belum mengerti setidaknya ketika azan telah berkumandang, kami akan berlari ke mesjid atau surau. Pendidikan sulit yang sangat berharga bagi kami saat ini.

Sampai suatu saat aku telah SMP, telah banyak mengenal teman, sekalipun kami masih saja pas-pas uang saku, sehingga harus berjalan kaki ke sekolah, padahal orang-orang ketika itu sudah menggunakan angkot. Kami berjualan "Manset" yang di buat dari kain murah yang kami beli, kemudian kami jahit sendiri, saat kecil kami bisa menjahit lurus saja dengan mesin jahit, walau belum mahir, tapi cukuplah untuk mendesak, karena memang desakan harus bisa, hanya coba-coba, lagi-lagi demi meringankan beban orang tua. Namun yang ku sesalkan, kami masih saja kadang sering membuat iba hati orang tua kami.

Sehingga di pertengahan SMP aku menemukan teman-teman yang bisa untuk berbagi, Pr*mu*a dan saatnya aku menemukan hidayah itu, aku memakai hijab walau ku belum paham secara keseluruhan, hanya ikut-ikut saja. Hobi naik gunung yang sudah medarah daging dalam diri ku ternyata tak berubah ketika aku telah berhijab pun, tapi ternyata disana pulalah aku temukan hidayah itu, di alam yang terbentang, di gunung yang tinggi, terasa sangat kecil aku di depanNya, tak ada apa-apanya. Disanalah banyak ku temukan kebahagian, pengorbanan, kesedihan, perjuangan.

Masa SMP terasa sangat sebentar bagi ku, tiga tahun yang jika dikalkulasikan dengan hitungan hari, akan sangat lama, namun ternyata semua itu telah ku lewati, bisa ikut berbagi dalam kelompok ilmu, menyenagkan ternyata, walaupun sejatinya aku belum memahami secara seutuhnya. Saat kelas tiga EsMpE, aku diarak untuk lebih dewasa menetukan pilihan, berbuat yang lebih baik. Dengan ekonomi yang secukupnya, aku bisa dididik untuk menjado orang yang bersyukur. Satu hal yang sangat ku kagumi dari kedua orang tua ku adalah mereka tak pernah kenal putus asa.

Waktu SMA pun menjelang, pendaftaran di tiga sekolah ku jalani, SMA satu, dua, tiga. Orang tua ku lah yang setia mengantarkan. Jadilah aku memilih SMA dua, dan bertemulah aku dengan teman-teman yang rata-rata teman SMP dan SD ku, berkutat dengan teman yang sama namun dengan pendewasaan yang tentunya lebih. Berteman dengan komunitas Pram*k* dan Ro*h*s serta Osi*s lebih banyak membuat ku belajar tentang tanggung jawab daripada belajar dibangku sekolah selama 10 jam sehari yakni pukul tujuh harus berangkat dan sampai kembali di rumah lewat pukul 17. Sekalipun aku sering terlambat, di kurung di lapangan tenis, memanjat pagar sekolah..haha..jika ku ingat prilaku bodoh yang kadang kurang bermanfaat. Sampai-sampai selama sekolah di SMA aku hanya sibuk berorganisasi yang bagi ku sangat menyenangkan. Pelajaran pasti ku lakoni, sehingga nilai ku hanya rata-rata saja, tak tinggi, tak juga rendah, cukuplah. Melakoni menjadi siswa SMA jauh lebih menyenagkan, aku bebas sekalipun aku tak pernah melupakan keraja keras orang tua, sehingga sepulang sekolah masih ku sempatkan ke lapak kaki lima kami, dengan inilah kami bisa hidup dan belajar, belajar untuk memacu diri belajar lebih giat lagi, ketika sudah malas, maka pasti akan ku ingat bagaimana orang tua ku bekerja. Sampai di kelas dua SMA aku bercita-cita menjadi Dokter, terlalu lambat memang aku bermimpi, tapi itu aku sesuaikan juga dengan kesanggupan ekonomi orang tua ku.

Terlalu banyak kisah SMA ku yang jika kutuliskan tak kan cukup rasanya, tapi begitu menyenangkan, aku bisa menuntaskan kegiatan Pram*k* ku ke tingkat nasional, aku bisa meresapi nilai hidayah di masa SMP yang telah ku peroleh. Kelas tiga SMA adalah waktu pendewasaan ku berikutnya, aku dituntut menjadi anak yang harus bekerja keras, karena kakak  ku telah kuliah, tentu saja aku tahu, beliau tak mau merepotkan orang tua, sebagai anak tertua, ia rela bekerja sambilan, sebagai guru di p*dang, disela kuliah masih disempatkan juga privat anak SD dan tambahan lain yang ia lakoni, ku apresiasi sebagai penambah semangat untuk bisa berhasil lebih baik. Sampai-sampai aku harus mengumpulkan semua buku, rumus-rumus, lalu ku himpun menjadi satu buku, lalu ku buat jadwal belajar, buku itu masih ku simpan sebagai kenangan kalau aku harus lebih giat, sekalipun kadang-kadang aku tak mengikuti jadwal yang telah ku buat, sehingga aku harus mengejar ketertinggalan di lain waktu. Sampai ujian Akhir menjelang, aku telah melewati, siap memasuki episode Bimbel, ingin rasa cepat-cepat aku kuliah, namun ketakutan untuk tidak lulus di PTN masih ada. Mimpi besar ku saat itu hanyalah lulus di PTN, karena ku tak akan tega membebani kedua orang tua untuk kuliah di swasta. Dengan motivasi besar dan dukungan kakak ku, bimbel ku jalani, harus kost di tempat yang tidak nyaman, berhadapan dengan realita keuangan yang pas-pas sehingga ternyata itulah yang membuat ku semangat bisa Lulus, ku temukan keindahan itu disela perjuangan. Harus Bimbel dari pagi sampai sore, itupun malam harus kembali mengulang soal-soal, ah..cukup rasanya derita ku, tinggal di tempat yang masih asing bagi ku, tak cukup sarana, tak cukup sanitasi, tak cukup lah intinya. Tak apalah, hanya sebulan, itu saja yang ada di benakku, hikmah besar yang ada saat itu, bahwa kehidupan itu keras.

Harus berjalan kaki menuju lokasi bimbel ku, dengan tekad yang bulat aku harus lulus. Tapi ku ralat kembali tekad ku ingin jadi dokter, ketika itu belum banyak info beasiswa yang ku tahu, sehingga pilihan kedokteran tak jadi ku masukkan dalam pilihan PTN, bekal kemampuan ku pun yang tak meyakinkan. Ujian dua hari SPMB, kakak ku lah yang paling setia mengantakan ku ke lokasi ujian sekalipun dengan bus kota, dengan setia beliau memotifasi bahwa aku harus bisa. Orang tua bahagia, hanya itu saja yang ada di benakku. Berakhir juga ujian, ada tekad lulus, ada pesimis, ada ragu, ada yakin bercampur jadi satu. Dan aku berhasil Biologi UNAND, bahagia rasanya, bertemu komunitas yang sangat menyenagkan, bisa meringankan beban orang tua, dengan beasiswa. Hanya kakak ku yang ku tau pengorbanan jauh lebih besar. Jika uang jajan ku habis, aku jarang sekali meminta pada ortu di kampung, sehingga kakak ku lah mengantar, kami belum punya HP sehingga jika ku tak punya uang lagi, beliau akan datang ketika ku telpon ke tempat kost kakak ku. Kegesitan kakak lah yang sampai sekarang masih terus ku jadikan teladan. Pastia ada jalan untuk setiap masalah. Harus kuliah padat, organisasi, rapat, demo, sungguh menyenangkan aku sangat menikmati, bertemu saudara yang seide. Seketika pilihan-pilihan kembali bermunculan untuk mendidik ku.

Aku bersama kakak mencoba untuk melamar pekerjaan, sampai lah aku di sini, dalam dunia hukum ku. Hanya coba-coba tes dan tak taunya terima. Satu hal yang tak pernah ku rencanakan dalam hidup ku. Mahasiswa biologi bekerja di pengadilan, tak pernah terlintas sedikit pun, karena mimpi yang telah ku susun adalah biologi, dosen, berguna untuk masyarakat dan dakwah, keluarga yang pasti. Sampai akhirnya ku sadari bahwa semua ada hikmahnya, bagaimana kita berencana, Allah SWT jualah yang menentukan. Satu lagi pelajaran besar dalam hidup ku, bahwa jika akan melakukan sesuatu walau iseng dan dalam kebaikan, ingat juga selanjunya. Aku depresi selama seminggu karena kelulusan ku, seolah tak mensyukuri apa yang terjadi akibat ulah ku sendiri, karena ku telah terlalu cinta dengan dunia ku sebagai mahasiswa biologi dan komunitas ku. Sampai akhirnya aku tersadar bahwa hidup selamanya adalah perjuangan dan pilihan. Aku kembali bangkit, "seharusnya kamu bersyukur" karena betapa banyak orang yang telah tamat kuliah tak menemukan pekerjaan, itulah yang terus ku tekankan dalam diri ku. Tujuan akhir ku apa?kembali ku tanya pada diri ku.."Beribadah pada sang Pencipta"..penyadaran demi penyadaran, motivasi demi motivasi, perjuangan demi perjuangan, semuanya ternyata mampu ku lewati, aku berhasil mengalahkan kelemahan diri ku, aku berhasil..semua berkatMu..yang telah menanamkan cinta dalam hati ku, membuat hati ku luluh bahwa semua ini hanya permainan belaka, ada akhir yang lebih pasti, maka ku kemas semua mimpi ku sebelumnya, untuk selanjutnya ku susun kembali mimpi-mimpi ku.

Menyusun mimpi dan mewujudnya ternyata tak semudah membangun komitmen untuk menjalankannya, dan memang kadang kita dihadapkan oleh hal yang terduga, namun yang pasti orientasinya harus jelas, hanya Allah Azaa Wa Jalla. Berkerja di dunia hukum, ternyata juga mengajarkan ku banyak hal, untuk selalu tetap berjuang memegang prinsip, komitmen, maraih mimpi yang lebih baik, perjuangan jauh lebih terasa. Ilmu harus ku kuasai untuk bisa menemukan sisi kebaikannya karena dimata ku awalnya peradilan itu tak ada baiknya, hanya itu, tak lebih. Sehingga ku putuskan untuk pindah jurusan ke jurusan Ilmu Hukum, perjuangan baru di mulai, mulai harus pulang pergi ke Pad*n*. Letih dan lelah ku tahan demi ilmu, disana juga lah ku belajar bahwa ilmu itu sangat berharga. Dengan segala kekurangan dan kondisi yang tak memungkinkan lagi ku tentukan arah menuju kuliah di Buk*t*i*g*i. Mulai ku mengerti, dimana pun, kita bisa belajar banyak hal, ku temukan disana kebahagian, aku juga bisa berbagi disana, aku juga bisa belajar di sana, aku juga bisa berbagi  dengan komunitas anak sekolah, menyenangkan. Di satu sisi aku memberi, namun ternyata jauh lebih besar kenikmatan yang ku peroleh, Islam yang sangat indah.

Sampai kini dan selamanya, orang tua tetaplah sebagai pelecut semangat dan motivasi ku, dan tentu saja ada Zat yang mencipatakan ku, yang telah mengatur semua apa yang telah digariskan dalam hidupku. Berkarya dan bermimpilah sampai kau temukan banyak hikmah dalam hidup mu, selamanya perjuangan dan ujian itu akan ada dalam hidup kita, karena naik kelas itu selamanya butuh ujian, walaupun kadangkala ada jalan tol yang akan kau tempuh tapi tetaplah ia sebuah ujian. Tekad dan harapan ku sedang berjalan dengan kobaran semangat kebahagiaan untuk orang tua ku, keluarga, masyarakat. Tentu ini tekad kita bersama bahwa kita diciptakan hanyalah untuk beribadah padaNya, satu persatu kan ku wujudkan mimpi itu.Sekarang dan selamanya kan ku bahagiakan mereka orang tua ku tercinta, sembari bersyukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan..Insyaallah semoga ada jalan untuk lebih baik..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS