Tanggal merah pada ngapain?
Pertanyaan yang harus segera saya jawab sepertinya karena saya sudah lebih
dahulu liburannya. Nah, ini dia pengalaman liburan saya, semoga saja bisa jadi
liburan sehat dan bermanfaat yah.
Daun yang sudah mulai menguning
itu tepat ada di atas kepala saya, batang besar milik “katapiang” dengan buah kecil berdiameter 5 cm, menyerupai buah
kelapa, tetapi rasanya seperti kacang “mede”,begitu
kata “uni” penghuni dan penjaga
pulau. Semilir angin dan deburan ombak pulau angsa dua menambah sejuk suasa
siang tengah hari. Tidaklah mengapa, sedikit meluruskan pinggang di atas
bale-bale dari kayu, di ujung sana, ada dua pulau lagi yang akan siap kami
kunjungi.
Pasir putih dengan batu karang
yang sudah mati, ikut menepi oleh ombak yang tak bosan bergelombang. Putih itu
kian berlari-lari karena setiap menepi kembali dikejar oleh air yang membiru.
Lukisan mahakarya indah yang hanya bisa dinikmati oleh sejuknya mata yg sedang
memandang.
08.00
WIB
Langit cerah sepenggal matahari
naik, siap meluncur, dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam melaju ringan, roda
dua di bawah berjalan lancar, jaket tebal siap dipasang, perjalanan darat
kira-kira 2,5 jam menuju pariaman dari kota kelahiran ku “payakumbuh”.
10.30
WIB
Angin segar tiba-tiba menyeruak
di balik hijau dan rimbunnya pohan cemara pinus “Casuarina cunninghamian”,
berjejer di sepanjang jalan pantai kata, cermin, gondoria. Jauh diseberang sama
sekitar 2 mil dari pantai ada empat pulau berbaris sejajar dengan tepian pantai sumatera bagian
tengah. Kecepatan laju motor sudah mulai mengecil, sambil asyik menikmati,
memanjakan mata dengan banyaknya jajanan tradisional “sala lauak, udang tepung,
dll”. Sembari melaju, bau ikan segar sehabis di tangkap semalam hinggap di
hidung siapa saja yang lewat dekat pasar ikan dikumpulkan sebelum di bawa ke
pasar-pasar merambah konsumen.
11.20
WIB
Muara tempat kapal merapat dan
berlabuh. Siap-siap bersatu dengan biru air, dengan bermodalkan menyewa kapal
nelayan bermesin kecil, kami melaju ringan. Riak dan busa air laut pecah ketika
mesin perahu dihidupkan. Modal berenang yang pas-pas an tak lah mengapa jika
berani mecoba, tiga orang cukup dan satu orang bapak yang punya kapal. Terasa
kecil raga ini di Maha Kuasa penciptaan Mu, kapal kecil malaju, tepat berada di
tengah antara tepian dan pulau yang kami tuju, hanya keimanan yang ditanya, tak perlu ada kesombangan, tak perlu ada keanggkuhan, tak perlu ada kemewahan,
tak perlu ada ketakukan karena yang ditanya keimanan ketika dalamnya laut di
bawah sana, betapa banyaknya terumbu karang, betapa birunya air laut, ia seolah
berkata “bahwa saya dan kita yang berada di atas perahu hanyalah sebagian kecil
dari apa yang ada tampak di luasnya samudera”
11.55
WIB
Merapat sudah perahu kami di
tepi pulau angsa dua, duduk sejenak menikmati sejuknya angin dan indahnya jejeran
“molluscus” umang-umang
kecil di atas pasir putih pantai. Saat tiba waktu dzuhur kami pun sholat dzuhur
di surau yang ada di pulau. Tak lah terlalu besar, “surau tuo” kecil yang dibangun persis di debelakangnya ada kuburan
panjang yang bersejarah, sehabis sholat dari jendela surau yang dibangun tinggi,
saya perhatikan ke bawah cukup panjang juga kuburannya.
13.30
WIB
Pertualangan kami dimulai, segar
sudah mata ini, segar sudah jiwa ini, segar sudah pandangan ini setelah
bercaka-cakap dengan Sang Pemilik Jiwa. Kaki kami terus melangkah, tangan kami
terus mengayun, sembari tas ransel kecil yang tersandang siap juga mengayun
dalam selempang untuk mengitari pulau yang tak terlalu besar dengan luas
kira-kira 3,5 hektar, sehingga tak butuh banyak waktu untuk mengitarinya.
Seperti berjejer kami berjalan dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada sebongkah bahagia di dalam
dada ini karena ia bermuara, bermuara pada Zat yang menciptakan seluruh yang
tanpak indah dan mengesankan sekalipun masih ada beberapa sampah plastik yang
dibuang di lokasi tepian pulau.
Matahari tak lagi tepat di
tengah kepala, sudah bergeser sesudut segitiga sama kaki, namun panasnya masih
saja membuat peluh kami menetes, denga bekal makan dan minum orange jus
dingin..mmm segar sekali. Nasi bungkus yang telah sebelumnya kami siapkan, siap
untuk dilahap, bekal untuk bapak yg membawa kapal, juga tak lupa kami siapkan,
sehabis semalam ia mencari ikan, tentulah kantuk sangat menyerang, terlelap
sudah bada raganya di atas bale-bale bambu dengan angin yg sadap.
bersambung
2 komentar:
waaaahh.. liburan yang menyenangkan sepertinya.. :)
jadi iri... hhee...
Alhamdulillah dian..menyenangkan:)dian baa kabarny?
ayo mari liburan ke payakumbuh..
Post a Comment