Powered by Blogger.
RSS

Seandainya saya menjadi Anggota DPD RI

Suatu ketika saya menyusuri jalanan di panas teriknya matahari, asap kendaraan yang terus mengepul sebagai pertanda bahwa alur kehidupan sedang dilakona untuk setiap makhluk bernyawa. Hijaunya tumbuhan tak lagi hijau karena telah tetutup debu jalanan yang kian tebal akibat hujan yang sudah sangat jarang sekali turun, tepatnya bumi kian panas akibat pemanasan global yang terus merajalela karena bumi sudah semakin tua.

Menyusuri perkotaan dengan perkantoran elite dengan mobil-mobil pengunjung dan pekerja kantoran berjejer. Di sudut jalan sana duduk lah seorang pengemis tua dengan peluh yang sudah menutupi mukanya, seorang bayi mungil yang digendong ntah milik siapa, tangisnya saja sudah tertelan oleh bunyi kendaraan yang melintas.

Saya terus berjalan sampai bertemu dengan bangunan megah nan unik yakni gedung milik anggota DPD RI yang disana berkantor para wakil rakyat. Terus berjalan mengitari untuk selanjutnya saya terduduk dan tertidur karena lelahnya.

Dalam tidur yang sekejap, saya tengah berada dalam gedung besar. Tak banyak yang ingin saya lakukan dalam sebuah tanggung jawab ini, menjadi wakil rakyat sebagai anggota DPD RI tentu inilah pilihan. Realita jalanan yang sering saya temukan sehingga menjadikan saya harus berbuat sesuatu untuk perubahan diantaranya:

  1. Berbuat dengan karya yang jelas dan terarah serta bekerja dengan hati sehingga rakyat bisa menyalurkan aspirasinya.

Perlu keseriusan untuk bekerja, jelas panduan kerja serta punya uraian pekerjaan, ini akan menguntungkan dari segi efisiensi dan efektifitas kerja DPD RI.

  1. Menepati janji pada rakyat dan konsekwen pada kesepakatan yang telah dibuat bersama rakyat.

Pada prinsipnya segala kerja nyata tentu didukung oleh keinginan pribadi yang beriman. Ibarat kata, keseriusan seseorang pada agamanya akan berbanding lurus dengan keseriusannya untuk bekerja demi kebaikan.

  1. Bekerja dengan amanah serta penuh tanggung jawab demi karya besar yang kelak di minta tanggung jawabnya.

Seperti dalam Islam tentu kita sangat mengenal sosok sahabat Umar Bin Khatab yang mempunyai Power untuk berbuat sehingga ia disegani oleh banyak orang. Ini juga bisa dijadikan sebagai tolak ukur amanah. Relevansi antara amanah adalah sebuah rasa tanggung jawab.

  1. Rela dikritik untuk membangun seperti pohon berbuah yang dilempar batu akan kembali melempar buah.

Banyak sekali orang di jalanan yang masih kesulitan, jangankan untuk berbagi, untuk pengisi perut saja sulit, sehingga akan banyak makian, berlapang dada dan berani menerima kritikan, menjadikannya sebagai bahan muhasabah diri atas segala kesalahan.

  1. Berbuat untuk perubahan lebih baik karena baik itu butuh proses dan berkarya adalah awal langkahnya.

Berbicara memang tak semudah melakukan apa yang dibicarakan, namun keinginan untuk merubah bangsa ini ke arah yang lebih baik tentu mutlak menjadi harapan kita rakyat pada umumnya. Gerak baru yang dilandaskan akan kemauan tentu jauh lebih bermanfaat dari pada bicara tanpa aksi.

Banyak beban dipundak yang akan terus kita hadapi, namun satu hal jika saya menjadi Anggota DPD RI, tak ada lagi tangis-tangis di jalanan seperti awal perjalanan tadi, tak ada lagi bayi-bayi mungil yang digendong pengemis hanya untuk mengharapkan belas kasihan tangan-tangan hartawan. Tak ada lagi rumah-rumah kumuh dan tak ada lagi perut-perut yang lapar karena sudah beberapa hari mencoba nasi. Sesaat kemudian saya terbangun karena teriakan satpam gedung yang saya masuki, perlahan ada gelora semangat dalam dada ini, “Seandainya saya menjadi Anggota DPD RI

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Orientasi Kita?


Di sudut pandangan mata sore, jauh sekali menembus cakrawala alam. Menjauh sekali karena gelap sudah menaungi alam dengan awan yang sudah tak sanggup lagi menanggung beban kandungan titik air. Perlahan jatuh sudah titik titik kecil ke bumi pertanda berkah dari yang di Atas akan turun. "Sayangilah yang di bumi maka yang di langit akan menyayangi mu".

Dalam hening sore bercampur suara titik hujan, seorang anak bertanya pada ibunya, "untuk apakah kita di dunia ini?" Sang ibu menjawab dengan sebuah cerita dan nasehat:

Kita hanya punya tubuh ini untuk kita gunakan sebaik-baiknya, kita hanya punya nikmat pemberian dari Yang di Atas, nikmat yang jika kita hitung tak kan sanggup kita menghitungnya. Berlari pun kita mengejar dunia maka ia akan terus berlari meninggalkan kita karena dunia hanyalah ibarat bayangan kita sendiri. Semakin kita dekati maka ia akan semakin menjauh, namun jika tak kita lihat ia akan terus mengikuti kita.

Aku, kamu dan kita semuanya sedang berada dalam dunia ini, dunia yak tak lah kekal, hanya kefanaan belaka. Sehingga pernah Ustman Bin Affan berkata "Dunia ini adalah kegelapan dan Akhirat adalah cahaya"..Kita tentu menginginkan dunia bercahaya dan akhirat bercahaya, namun yakinlah untuk mendapatkan dunia, kita hanya perlu berorientasi pada akhirat karena jika kita mendapatkan akhirat maka sudah pasti kita mendapatkan berkah dunia. Sejatinya sibuk dengan akhirat daripada sibuk dengan dunia hanyalah milik orang-orang sukses sedangkan sibuk dengan dunia daripada sibuk dengan akhirat adalah orang yang celaka, lebih jauh lagi kita melihat sibuk dengan keduanya sekaligus hanyalah akan menjadi orang yang kritis karena suatu saat ancamannya akan jauh lebih berat.

Titik titik hujan sudah berangsur reda, namun ada gerimis di hati sang ibu bahwa orientasi kita apa?dunia or akhirat..Perlahan gemelayut kuning di ufuk barat telah terlihat berganti senja yang temaram dengan bias-bias kekaguman bahwa alam sebentar lagi akan berganti sunyi dan kita tentu akan bersiap-siap menatap orientasi masa depan akhirat kita. Menembus cakrawala visi dan misi dalam pribadi dan keluarga untuk selajutnya menjadi sekumpulan kebaikan yang akan terus mengalir menjadi sungai keimanan..

Sang anak telah terpekur memahami nasehat sang ibu sembari mencium kening tangan ibu dan bergelayut manja di bahu, duduk di sebelah pangkuan ibu sembari menatap gugusan bintang di malam hening ini. Menatap dan menyatukan semangat dengan berorientasi pada akhirat maka bayangan dunia akan selalu mengikuti kita..^^


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sabar itu tak berbatas langit..


Melampau sebuah episode perjalanan, berliku bahkan berbatu-batu, terjal banyak bahaya. Keyakinan untuk tetap bisa meraihnya seakan telah bercampur dengan usaha keras bermandi keringat dan air mata, tetap lah ia sebuah perjuangan dengan niat sebuah kebaikan. Tak banyak memang yang bisa berdeskripsi di sini namun ada sebuah skenario besar dengan vidio lengkap oleh Sang Khalik, sebuah tayangan perjalanan usaha keras untuk menemukan impian.

Bertahap namun pasti sedikit demi sedikit telah bisa ku raih, tinggal dengan sabar menjalani setiap ujian setelah kelapangan yang ibarat mata uang, kelapangan selalu disertai dengan kesempitan, namun yakinlah bahwa diri kita tetap bisa menjadi sempit sebagai kelapangan hati yang ikhlas karena kelapangan belum lah teruji jika tak punya perbandingan.

Sabar itu tak berbatas langit, sabar untuk terus gigih merai harapan, sabar untuk selalu giat beribadah, sabar untuk selalu bisa menghargai diri dan orang lain, sekalipun sangat banyak orang yang tak mampu menghargai kita karena yakinlah penghargaan terbesar yang kita harap ada penghargaan dari Zat yang menciptakan kita sembari terpekur, kita butuh petunjukNya. Selangkah lagi bersabarlah..karena sabar tak berbatas langit. Telah lama engkau arungi ribuan langkah sebelumnya, buktinya engkau akan mampu menjalani langkah ini dan selanjutnya kita susun langkah-langkah baru menuju kecintaanNya. Sesuatu yang Dia senang tentu kita laksanakan, sesuatu yang Dia larang tentu kita tinggalkan. Sembari terpejam, bahwa sabar tak berbatas langit, sehingga sabarlah karena engkau tinggal sedikit langkah lagi untuk menggapai cita dengan usaha yang ku tahu sangat luar biasa, jangan menyerah hanya karena tersakiti, tapi jadikan ia sebagai batu loncatan untuk membuktikan bahwa untuk sukses harus mampu melewati ujian selama kita ber azzam untuk raih Taqwa..



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menambah Syukur


Aku sangat sering sekali akhir-akhir ini menggunakan kata-kata syukur karena memang sedang banyak belajar akan sebuah kata ampuh syukur tersebut. Banyak tersadarkan oleh nasehat yang mengajarkan ku untuk terus bersyukur, jangan mengeluh dan jangan berputus asa. Kadang memang sulit untuk menerapkannya, tetapi sahabat sekali lagi aku sedang belajar banyak bersyukur. Bersyukur yang tentunya kurang kita maknai karena kita sering lupa atas segala nikmat yang telah Allah SWT berikan padahal mungkin saja kita belum memintanya, nah untuk sesuatu yang kita minta apalagi, jika Allah SWT berikan maka akan bertambah kesyukuran kita.


Untuk belajar syukur ternyata tak segampang yang kita bayangkan, kita akan dibawa jauh ke dalam persoalan yang sangat sulit kita atasi, kemudian kita akan sangat sulit menerima kenyataan yang tidak kita inginkan, kemudian Allah SWT akan tambah dan perkuat kesabaran kita untuk bisa menerimanya, untuk selanjutnya kita akan terus berdo'a tentang banyak hal yang kita minta, kemudian tanpa kita sadari, kemudian Allah SWT akan kabulkan kehendak kita. Disaat itulah baru kita sadari bahwa Allah SWT tahu yang terbaik untuk hidup kita.

Saya banyak dididik untuk selalu bersyukur, namun ternyata saya masih sangat lalai untuk bersyukur, lalai untuk selalu menjaga pikiran dan hati saya untuk selalu ingat padaMu, padahal sudah sangat banyak nikmat dan limpahan keinginan saya yang Engkau kabulkan, masih kurang sekali kesyukuran saya, padahal dengan selalu mengingat Mu adalah sebagai wujud syukur saya.

Syukur yang hanya terdiri dari lima huruf, telah mengajarkan saya banyak hal, sederhana namun bermakna, kan urai semua masalah menjadi cerita indah penuh makna, kan ku libas segala putus asa menjadi bingkai ketangguhan dalam hidup, kan ku bangun istana rendah hati saat semua nikmat kau limpahkan, kan ku bangun rasa bersalah saat ku bersalah dalam berbuat dan selamanya tak luput syukur ini atas segala nikmat dan ujian Mu karena ku tahu nikmat untuk membuat ku bahagia dan ujian adalah untuk memberi jalan menuju bahagia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Gudang Kesyukuran


Tentu sangat pernah sekali kita memasuki sebuah gudang, berisikan banyak benda yang beranekaragam, baik yang masih bisa dipergunakan ataupun yang tak bisa lagi dipergunakan. Minimal kita memasuki gudang kecil di rumah kita masing-masing yang digunakan untuk menyimpan benda-benda yang sudah sangat jarang digunakan.


Kalau dari definisi, tentu gudang ini memiliki makna yang bervariasi, namun jika boleh kita ambil pemaknaan yang lebih sederhana, kita akan memaknai gudang dengan istilah sebuah ruangan atau tempat yang digunakan untuk meletakkan, menyimpan benda, alat, barang yang sudah jarang digunakan ataupun masih sangat sering digunakan, kadangkala berisi mesin ataupun berbagai peralatan yang cenderung bersifat heterogen ataupun homogen. Misal, kita pernah mendengar gudang penyimpanan makanan, sudah jelas terdefinisikan dalam ingatan kita, akan berisikan makanan. Ada juga kita dengar gudang penyimpanan alat berat, tentu ruangan tersebut berisi alat atau mesin berat. Dalam pemanfaatan sebuah ruangan tersebut sangat efisien, bisa digunakan untuk apa saja, bahkan kecendrungan menampung segala jenis.

Baiklah sahabat, saya hanya menjadikan istilah di atas sebagai bahan renungan untuk kita bersama, pernahkah kita menjadikan diri sebagai gudang yang berfungsi sebagai pemberi dan penampung kesyukuran? Bahkan ketika kita mendapatkan nikmat yang banyak dalam gudang kehidupan kita, pernahkah kita mengisinya dengan kesyukuran? Ataupun mungkin sangat sering kitamendapatkan sesuatu yang tak kita inginkan sama sekali, tetapi ternyata kita melupakan untuk bersyukur, bahw apapun itu prosesnya tentu Allah SWT lebih tahu bagaimana cara mendidik kita.

Dimana letak kesyukuran kita selama ini, apakah hanya tersimpan di dalam etalase keangkuhan kita? atau hanya terpajang dalam senyum merekah tanpa makna kebaikan? atau mungkin saja, kita lupa bahwa sebenarnya kita punya syukur yang dalam di dasar hati kita yang tak pernah berkata bohong walau sedikit pun. Kita masih saja kurang bersyukur atas segala kendala dan ujian yang kita jalani karena kalaulah kita bedah lagi, ternyata kita bisa bertahan dan bersyukur adalah atas adanya ujian kehidupan ini. Sehingga sahabat, masih kurang apakah dalam hidup ini? yang membuat kita luput bersyukur atau memang gudang hati kita yang sedang bermasalah untuk bersyukur?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bercermin Diri


Sudah sangat sering sekali saya dalam catatan blog ini menuliskan kata bercermin, namun kali ini saya menemukan tulisan tentang bercermin. Sangat menarik dan mampu memberikan energi yang baik untuk diri saya dan semoga setelah sahabat membacanya, bisa juga menemukan energi baik tersebut.


Sahabatku,


Dalam keseharian kehidupan ini, kita seringkali melakukan aktivitas bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap, itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan, kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya, kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.


Hanya saja, jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya topeng yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isi dari topeng yang kita pakai ini. Yaitu diri kita sendiri.


Sahabatku,


Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?"


Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, "Apakah mata ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Mahaagung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?"


Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thayibah, 'laaillaahaillallaah', ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakum yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!"


"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Betapa banyak kata-kata yang manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu?"


Sahabatku,


Tataplah diri kita dan tanyalah, "Hai kamu ini anak shaleh atau anak durjana? Apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini? Dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya?! Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!"


"Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkrama di surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar membara jahannam tanpa ampun dengan derita tiada akhir?"


"Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang engkau zhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang engkau rampas?"


"Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?"


Sahabatku,


Ingatlah amal-amal kita, "Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini? Apakah engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu"


"Apakah engkau ini shaleh atau shalehah seperti yang engkau tampakkan? Khusyu-kah shalatmu, zikirmu, do’amu, ...ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!"


Sungguh betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus topeng-topeng duniawi!


Sahabat-sahabat sekalian,


Sesunguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.***


(Sumber : Jurnal MQ Vol.1/No.1/Mei 2001)

gambar:http://dekorumah.blogspot.com/2011/01/hias-rumah-dengan-cermin.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS